Cerpen mistis tentang Misteri Kutukan kucing hitam
“Pa, nggak sarapan dulu?” Isma istri Joni, bertanya saat melihat Joni sudah keluar.
“Nggak, aku udah telat. Bang Aldi minta kita semua kumpul jam 7 pagi. Soalnya ada meeting!” Joni berkomentar seraya memakai sepatunya.
Hana hanya bisa manggut-manggut mendengar penjelasan Joni, toh dia juga tidak mengerti apa yang Joni katakan. Dia hanya bisa melihat suaminya itu seperti orang terburu-buru. Tidak seperti biasanya
Tanpa memanasi motor terlebih dulu, Joni langsung ngacir begitu mesin motornya menyala. Dia langsung ngebut walau masih berada di dalam gang rumahnya. Akibatnya, begitu seekor kucing hitam meloncat turun dari atas pohon, tepat di depan track jalan Joni, Joni terkejut dan langsung mengerem motornya. Sayangnya, rem yang diinjak Joni telat menghentikan laju motornya. Kucing hitam itu sudah terlindas, dan lebih parah lagi sudah hilang nyawa.
“Aduh, sial!” pekik Joni, demi melihat kucing hitam yang isi perutnya sudah terburai ke mana-mana. Bau amis mulai menguar-nguar ke udara.
Joni yang ragu
Joni terdiam meragu. Di benaknya muncul dua pilihan, menguburkan bangkai kucing atau meneruskan perjalanan menuju kantor. Mau tak mau, akhirnya, Joni memilih opsi kedua. Joni kasihan dengan kucing itu, yang sudah mati mengenaskan. Karena itu, Joni merasa memiliki tanggung jawab untuk mengubur bangkai kucing itu sendiri, sehingga pasti membuat dirinya telat sampai ke kantor. Dia berinisiatif menelepon Bang Aldi dan mengatakan dengan sejujur-jujurnya apa yang tengah menimpanya.
“Halo, Bang,” tukas Joni begitu hapenya telah terkoneksi dengan hape Bang Aldi.
“Ya, gimana Jon?” sahut Bosnya.
“Bang, sorry nih, kayaknya gue bakal telat ngantor.”
“Kenapa emangnya?”
“Gue barusan ngelindes kucing. Mau gue urusin dulu.”
“Emang ngelindes kucing dimana lo?”
“Di gang keluar rumah gue, Bos.”
“Oh yaudah, lo urusin dulu itu kucing, nanti kalo udah selesai secepatnya lo kemari, okay?”
“Okay, Bos.”
Sesampainya di kantor, Joni memang telat. Meeting telah selesai. Dia cuma bisa mengabsen dirinya dan melanjutkan jalan ke toko. Sewaktu hendak keluar dari pintu, Joni bertemu dengan Mbak Indri, karyawan paling senior di bagian sales. Mbak Indah menanyakan apa yang telah terjadi secara detail pada Joni karena tadi sewaktu meeting Bang Aldi—Bos mereka berdua—mengatakan jika Joni telah menabrak seekor kucing waktu berangkat. Makanya, dia akan telat ke kantor karena mengurusnya terlebih dulu.
Awal diceritakan kucing yang tertabrak
Mbak Indah pun bertanya, “Terus apa yang lo lakuin sama tuh kucing?”
“Gue kuburinlah, makanya gue telat.”
“Bagus, lo udah ngelakuin hal yang bener,” komentar Mbak Indri, “Eh tapi, lo nguburinnya pake baju yang lo pake pas nabrak kan, Jon?”
“Nggak tuh. Gue nguburinnya pake kain bekas.”
“Duh,” Mbak Indah menepuk jidatnya, “Kenapa nggak pake salah satu pakaian yang lo pake pas nabrak?”
“Gile aja lo, baju baru dibeliin bini buat ngubur kucing!”
“Bukan gitu masalahnya, Joni. Menurut mitos, kalo ada orang yang nabrak kucing sampai mati, emang harus mengubur bangkai kucing itu secara layak. Dan dibungkus dengan kain atau pakaian yang dipakai orang itu pas nabrak si kucing. Kalo nggak, bisa-bisa yang nabrak dapat musibah.”
“Ah, lo, Mbak, masih aja percaya mitos-mitosan kayak gitu. Gue nguburin juga karena kasihan aja ngelihat kucing itu,” Joni menimpali perkataan Mbak Indri.
“Ya, gue cuma ngasih tauk lo kalau adatnya emang biasa begitu. Percaya nggak percaya sih.”
Mitos kutukan kucing hitam
Joni mengedikkan bahu. Tampaknya dia memilih tak mempercayai mitos itu. ‘Bagaimana bisa arwah kucing mati menuntut balas?’ gerutunya dalam hati. ‘Aneh-aneh aja, urusan hidup dan mati kan sepenuhnya milik Tuhan. Lagian, hare gene masih percaya sama mitos, ck… katrok!’
Keduanya kemudian berpisah untuk pergi ke toko masing-masing. Joni memasukkan kunci motor dan setelah menyala, dia langsung bablas keliling ke toko langganannya.
Baru jalan sekitar 5 menit, Joni merasakan hape yang diletakkan di saku celana jeansnya bergetar-getar—tanda ada seseorang yang menghubunginya. Dia menepikan motornya untuk mengangkat telepon. Sebelum mengangkat, Joni sempat melihat layar hapenya sekilas. Di situ tertera nama istrinya, isma.
“Halo, Ma.” Dari seberang telepon, terdengar suara isma menangis sesenggukan. “Maaa… ada apa?” tanya Joni kebingungan.
“Pa, huuhuu huuhuu… Bapak nggak ada.”
“Nggak ada gimana?” Joni makin penasaran. Karena, tidak ada kabar yang mengatakan jika Bapak mertuanya itu sakit keras sebelumnya.”
“Huuhuu… Bapak meninggal tadi.”
“Apa?!” Deg. Degub jantung Joni serasa berhenti sejenak mendengar pernyataan istrinya. “Inalillahi, kapan?”
“Belum lama. Katanya ditabrak motor gara-gara mau nyelamatin kucing.”
Joni mengernyit, ‘Kucing?’ Pikirannya segera melintas pada kejadian tadi pagi sewaktu dia berangkat ke kantor dan omongan Mbak Indri barusan sebelum dia jalan ke toko. ‘Kutukan kucing hitam?’
“Paaa…” Panggilan isma memecah lamunan Joni.
“Ya?”
“Yaudah, cepet pulang. Kita ke rumah Bapak.”
“Ya, ya. Papa langsung pulang. Nih mau izin dulu sama kantor. Kamu tunggu sebentar ya?”
Joni segera mengurungkan niatnya untuk pergi ke toko dan menghubungi kantor untuk minta izin. Kemudian, dia mengarahkan laju motornya, pulang.
Cerpen Mistis Kutukan Kucing Hitam